Presiden China Xi Jinping mengatakan dalam pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Selasa bahwa negara itu akan berhenti berinvestasi di pembangkit listrik tenaga batu bara baru di luar negeri dan sebaliknya akan membantu negara-negara berkembang membangun energi hijau dan rendah karbon. Langkah itu dilakukan ketika Beijing menghadapi tekanan yang meningkat untuk mengakhiri pembiayaan batu bara luar negeri dan meningkatkan langkah-langkah untuk memangkas emisi karbon.
Analis mengatakan langkah China akan memberikan pukulan besar bagi para penambang, terutama di Australia dan Indonesia. Sebuah laporan oleh kelompok lingkungan Market Forces menunjukkan pipa pengembangan tenaga batu bara dunia telah anjlok sebesar 76% sejak Perjanjian Iklim Paris pada tahun 2015. Sekarang, kelompok tersebut mengharapkan tren untuk mempercepat setelah pengumuman China.
Analis mengatakan bahwa kebijakan terbaru akan memangkas sekitar $50 miliar investasi yang dialokasikan untuk 44 pembangkit listrik batu bara di negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, Pakistan, Bangladesh, Serbia, dan Afrika Selatan. Analis memperkirakan jika terwujud, rencana tersebut berpotensi memangkas masa depan CO 2 emisi sebesar 200 juta ton/tahun. Lembaga think tank lain mengatakan langkah Beijing akan berisiko GW pembangkit listrik tenaga batu bara yang akan dibangun di Indonesia setelah tahun 2025.
Australia dan Indonesia telah menjadi eksportir batubara terkemuka di dunia. Bersama-sama, kedua negara menyumbang lebih dari setengah dari total pengiriman batubara global. Industri batu bara Australia bertaruh pada pembangkit listrik tenaga batu bara di negara berkembang untuk menggantikan penurunan di Korea Selatan dan Jepang. Sementara itu, Indonesia bermaksud untuk mendiversifikasi industri hilir batu baranya bahkan setelah memajukan target emisi nol bersih dari tahun 2070 hingga 2060.
Sebuah konsultan energi memperkirakan permintaan batubara global akan mencapai puncaknya pada tahun 2024 sekitar 10.000 TW H. Namun, dikatakan proyeksi itu mungkin direvisi menjadi 6.000 . TW h pada tahun 2040 setelah langkah China Pandu Sjahrir, ketua Asosiasi Penambang Batubara Indonesia, mengatakan permintaan puncak dunia adalah "normal baru" untuk industri batubara.